Mataku
terpaku; nun jauh ke kaki langit,
Lautan luas terbentang
di depanku,
Silir-semilir
anginnya; menyapa lembut pipiku,
Sepoi
tiupannya; membangkitkan nosiseptor terma ku,
Hipotalamus
lantas bekerja; mendinginkan sekujur tubuhku,
Dinginnya
terasa sedingin hatiku.
Mataku
terpaku lagi,
Melihat
gulungan lidah ombak di depanku,
Alun
memanjang tanpa memecah,
Tergontai-gontai
menuju pantai,
Menghempas
lembut pepasir yang memutih,
Betapa indah
aturan alam Sang Pencipta.
Ku mendongak
merenung kejauhan,
Mataku
terpaku di tengah lautan,
Airnya
membiru bersinar-sinar,
Tenang tanpa
badai dan ombak,
Nun di sudut
hati, ku mengharap,
Hatiku bisa
setenang lautan.
Akalku membidik
hati nan gusar,
Membujuk
agar mengecap ketenangan,
Biar badai
hatiku memuncak,
Biar
ombaknya melambung tinggi,
Akalku tidak
pernah jemu menongkah arus,
Menenagkan
sekeping hati nan lara.
Sabarlah
wahai hati,
Demi sebuah
cita yang menggunung,
Kentalkan
diri umpama besi nan waja,
Bertahanlah
untuk secebis waktu yang tersisa,
Jadilah
seperti lautan membiru,
Biar badai
menerpa; biar sesekali dilambung ombak,
Namun di
akhirnya kembali tenang dan tenteram.